-->

Makalah: Rahn (Gadai)

Makalah: Rahn (Gadai)


RAHN (GADAI)

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Gadai atau dalam bahasa Arab disebut rahn mempunyai beberapa persyaratan yang memungkinkan terjadinya sebuah praktik gadai. Dalam hal ini disajikan pula masalah gadai menurut madzhab empat. Termasuk definisi pegadaian menurut syariat, apa saja syarat-syaratnya, dan juga rukun-rukunnya.

Gadai menggadai adalah jenis transaksi yang telah lumrah dilakukan masyarakat manusia. Ini menunjukkan bahwa transaksi gadai dibutuhkan oleh manusia dalam hubungan interaksi (mu’amalah) mereka di dunia. Sejalan dengan ini, akad gadai adalah jenis transaksi yang dihalakan oleh syariat dengan dalil dari Alquran, sunnah dan ijma para ulama. Namun tentu saja transaksi itu harus dilakukan dengan aturan-aturan yang wajib diperhatikan. Karena ternyata dalam prakteknya, transaksi ini tidak jarang dilakukan dengan tanpa mengindahkan aturan-aturan syar’i, sehingga terjatuh pada perkara yang diharamkan dan menyimpang dari tujuan akad gadai itu sendiri.

Diantara permasalahan yang terkait dengan gadai adalah tentang memanfaatkan barang gadaian yang ada pada pemegang barang gadai/pemberi piutang.Hukum gadai dan pegadaian menurut Islam bisa ditelusuri dalam Al Quran dan kehidupan Nabi Muhammad Saw serta para sahabatnya. Dilihat dari kondisi masyarakat Arab waktu itu, serta Nabi sendiri juga seorang saudagar/pedagang/pengusaha, tentu masalah perekonomian termasuk didalamnya gadai dan pegadaian adalah hal yang lumrah terjadi. 

B.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan gadai dan bagaimana landasan hukumnya ?
2.Bagaimana status hukum gadai dalam islam ?
3.Apa rukun dan syarat gadai?
4.Kapankah masa penghabisan gadai?
5.Apa hikmah adanya gadai dalam kehidupan ?

C.Tujuan
Agar mahasiswa dapat lebih mengetahui tentang definisi,landasan hukum,status hukum,rukun dan syarat,klasifikasi,masa penghabisan serta hikmah dari gadai.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian dan Landasan Hukum
1.Pengertaian Rahn (Gadai)

a.Epistimologi
Secara etimologi, rahn berarti اَلثٌبُوْتُ وَالدَّوَامُ (tetap dan lama), atau berarti الْحَبْسُ وَالُّزُوْمُ yakni pengekangan dan kaharusan.

b.Terminologi
حَبْسُ شَىْءٍبِحَقِّ يُمْكِنُ اِسْتِفَاؤُهُ مِنْهُ

“penahanan terhadap suatu barang dengan baik sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”.

c.Pendapat ‘ulama

1)Menurut ulama syafi’iyah
جَعْلُ عَيْنٍ وَثِيْقَةً بِدَ يْنٍ يَسْتَوْفَى مِنْهَا عِنْدَ تَعَدَّ رَوَفَائِهِ

“Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayaran ketika berhalangan dalam membayar hutang.”

2)Menurut ‘ulama Hanabilah

الْمَا  لُ الَّذِيْ يَجْعَلُ وَثِيْقَةً بِا الّدَيْنِ لِيَسْتَوْفَى مِنْ ثَمَنِهِ اِنْ تَعَدَّرَ اِسْتِيْفَا ؤُهُ مِمَّنْ هُوَ لَهُذ

“Harta yang dijadikan jaminan utang sebagai pembayar harga (nilai) utang ketika yang burutang berhalangan (tak mampu) membayar utangnya kepada pemberi jaminan.”

2.Landasan Hukum Gadai (Rahn)
Rahn disyariatkan berdasarkan AlQur’an dan As-Sunnah:

a.Al-Qur’an
"jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Q.S Al-Baqarah:283)

b.As-Sunnah
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِشْتَرَ ى مِنْ يَهُوْدِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دَرْعًا مِنْ حَدِيِدٍ (رواه بخاري و مسلم)

“Dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besi (H.R Bukhori dan Muslim). 

وَعَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.الظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ اِذَا كانَ مَرْهُوْنًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ اِذَا كَا نَ مَرْهُوْنًا وَعَلَى الَّذِيْ يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ (رواه البخاري)

“Abu Hurairah menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Binatang tunggangan yang dirungguhkan harus ditunggangi (dipakai) disebabkan ia harus dibiayai, air susunya boleh diminum (diperah) untuk pembayaran ongkosnya. Orang yang menunggangi dan meminum air susunya harus membayar.(H.R Bukhori) 

B.Status Hukum Rahn (Gadai)
Para ‘ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, sesuai dengan yang disebutkan dalam kitab  At Tadzib Fi Adillatil Ghayati Wat Taqrib bahwasannya:

وَكُلُّ مَاجَا زَ بَيْعُهُ جَا زَ رَهْنُهُ فِى الدُّ يُوْنِ 

“Setiap barang yang boleh dijual belikan, maka boleh digadaikannya untuk   menanggung beberapa hutang” (pasal 377) 

Tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Firman Allah : pada ayat tersebut adalah irsyad (anjuran baik) saja kepada orang yang beriman sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan:

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Al-Baqarah:283)

C.Rukun dan Syarat Rahn

1.Rukun Rahn
a.Shighat akad
b.Aqid (orang yang berakad) yaitu rahin (orang yang memberikan jaminan) dan murtahin (orang yang menerima jaminan)
c.Marhun (jaminan)
d.Marhun bih (utang) 

2.Syarat-syarat Rahn

a.Pesyaratan Aqid
Menurut ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang yang telah sah untuk jual-beli, yakni:

(1).Ahli dalam akad
(2).Berakal
(3).Mumayyiz (tidak disyaratkan harus baligh)

Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk, gila, bodoh, atau anak kecil yang belum mumayyis. Begitu pula seorang wali tidak boleh menggadaikan barang orang yang dikuasainya, kecuali jika dalam keadaan madarat dan meyakini bahwa pemegangnya dapat dipercaya.

b. Syarat Shighat
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa shighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena, sebab rahn jual-beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.

Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalam rahn ada tiga yaitu:
1)Syarat sahih, seperti mensyaratkan agar murtahin cepat membayar sehingga jaminan tidak disita
2)Mensyaratkan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan agar hewan yang dijadikan jaminannya diberi makanan tertentu. Syarat seperti itu batal, tetapi akadnya sah.
3)Syarat yang merusak akad, seperti mensyaratkan sesuatu yang akan merugikan murtahin.

Ulama Malikiyah berpendapat syarat rahn terbagi dua, yaitu rahn sahih dan rahn fasid. Rahn fasid adalah rahn yang didalamnya mengandung persyaratan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau dipalingkan pada sesuatu yang haram, seperti mensyaratkan barang harus berada di bawah tanggung jawab rahin.

Ulama Hanabilah berpendapat seperti Ulama Malikiyah di atas. Yakni syarat rahn terbagi dua, sahih dan fasid. Rahn sahih adalah rahn yang mengandung unsur kemaslahatan dan sesuai dengan kebutuhan.

c.Syarat Marhun bih (utang)
Marhun bih adalah hak yang diberikan ketika rahn. Ulama Hanafiyah memberikan beberapa syarat, yaitu: 
1).Marhun bih hendaknya barang yang wajib diserahkan
2).Marhun bih memungkinkan dapat dibayarkan.Jika marhun bih tidak dapat dibayarkan, rahn menjadi tidak sah, sebab menyalahi maksud dan tujuan dari disyari’atkannya rahn.
3).Hak atas marhun bih harus jelas.
Dengan demikian, tidak boleh memberikan dua marhun bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi rahn.

Ulama selain Hanafiyah memberikan tiga syarat bagi marhun bih yaitu:
a)Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
b)Utang harus lazim pada waktu akad.
c)Utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

d.Syarat Marhun (Borg)
Marhun adalah barang yang dijadikan jaminan oleh rahin. Para ulama fiqih sepakat mensyaratkan marhum sebagaimana persyaratan barang dalam jual-beli, sehingga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin. 

Syarat-syarat Marhun, antara lain:
1)dapat diperjual-belikan
2)bermanfaat
3)jelas
4)milik rahin
5)diserahkan
6)tidak bersatu dengan harta lain
7)dipegang (dikuasai) oleh rahin
8)harta yang tetap atau dapat dipindahkan 

D.Penghabisan Rahn
Rahn dipandang habis dengan beberapa keadaan seperti membebaskan utang, hibah,membayar hutang dan lain-lain yang akan dijelaskan dibawah ini.

1.Borg (jaminan) diserahkan kepada pemiliknya
Jumhur ulama memandang habis rahn jika murtahin menyerahkan borg kepada pemiliknya (rahin) sebab borg merupakan jaminan utang. Jika borg diserahkan, tidak ada lagi jaminan. Selain itu, dipandang habis pula rahn jika murtahin meminjamkan borg kepada rahin atau kepada orang lain atas seizin rahin.
2.Dipaksa menjual borg (jaminan)
Rahn habis jika hakim memaksa rahin untuk menjual borg, atau hakim menjualnya jika rahin menolak.
3.Rahin melunasi semua utang
4.Pembebasan utang
Pembebasan utang, dalam bentuk apa saja, menandakan habisnya rahn meskipun utang tersebut dipindahkan kepada orang lain.
5.Pembatalan rahn dari pihak murtahin
Rahn dipandang habis jika murtahin membatalkan rahn meskipun tanpa seizin rahin. Sebaliknya, dipandang tidak batal jika rahin membatalkannya.
6.Rahin meninggal
Menurut ulama Malikiyah, Rahn habis jika rahin meninggal sebelum menyerahkan borg kepada murtahin. Juga dipandang batal jika murtahin meninggal sebelum mengembalikan borg kepada rahin.
7.Borg (jaminan) rusak
8.Tasharruf (mengusahakan) dan borg (jaminan)
Rahn dipandang habis apabila borg (jaminan) di-tasharruf-kan (diusahakan) seperti dijadikan hadiah, hibah, sedekah, dan lain-lain atas seizin pemiliknya. Tasharruf diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a.Tasharruf rahin
1)Rahin dibolehkan mengusahakan borg, seperti meminjamkan, menjual, hibah, sedekah, dan sebagainya sebelum diserahkan kepada murtahin.
2)Rahin tidak boleh mengusahakan borg setelah diserahkan kepada murtahin, kecuali atas seizin murtahin.
b.Tasharruf murtahin
Murtahin tidak di bolehkan untuk tasharruf (mengusahakan) borg tanpa seizin murtahin, hal ini karena perbuatannya itu dapat diartikan bahwa ia telah mengusahakan barang yang bukan miliknya. 

E.Hikmah Rahn
Hikmah disyari’atkannya rahn atau gadai adalah karena dibutuhkan dalam kehiduan manusia. Tujuan dibolehkan gadai pada dasarnya adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Namun itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang dilakukan merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

1.Meningkatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi
2.Memenuhi nafkah keluarga
3.Mampu meningkatkan kerjasama 
4.Meningkatkan rasa tolong-menolong antar sesama manusia


BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Secara etimologi, rahn berarti اَلثٌبُوت والدوام (tetap dan lama), atau berarti الحبس والزوم yakni pengekangan dan keharusan.Sedangkan menurut terminologi
حبس شىءبحق يمكن استفاؤه منه

“penahanan terhadap suatu barang dengan baik sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”.

Salah satu landasan hukum gadai (rahn) dari al-Qur’an tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 283

Artinya:” jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”. 

2.Para‘ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan, tetapi tidak diwajibkan sebab gadai hanya jaminan saja jika kedua pihak tidak saling mempercayai.

3.Rukun Rahn yaitu orang yang menggadaikan (ar-rahin), orang yang menerima gadai (al-murtahin), barang yang digadaikan (al-marhun), sighat Akad dan utang (al-marhun bih). Sedangkan syarat rahn yaitu meliputi Pesyaratan Aqid, persyaratan shighat, persyaratan marhunbih (utang), persyaratan marhun.

4.Rahn dipandang habis dengan beberapa keadaan seperti membebaskan hutang, hibah, membayar hutang dan lain-lain.

5.Hikmah adanya gadai dalam kehidupan


DAFTAR PUSTAKA

Daib al-Bagha,Mustafa.1993.Terjemah Kitab At Tadzib Fi Adillati Ghayati Wa Taqrib.Semarang:Toha Putra.
Sudarsono.2001.Pokok-pokok Hukum Islam.Jakarta:Rineka Cipta.
Rusyd,Ibnu.1990.Tarjamah Bidayatul Mujtahid.Semarang:Asy-Syifa.
Syafei,Rachmat.2001.Fiqih Muamalah.Bandung:Pustaka Setia.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah: Rahn (Gadai)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel